Putri Hellena KA
Total Tayangan Halaman
Minggu, 20 November 2016
DLP (Dokter Layanan Primer) di Era Jaminan Kesehatan Nasional
Dalam kurun waktu 1-2 tahun ke depan, Indonesia akan memiliki dokter dengan spesialisasi sebagai dokter layanan primer (DLP) –atau dikenal juga dengan dokter keluarga. Butuh waktu karena program pendidikannya memang baru dimulai pada tahun 2016 ini.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program kesehatan yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2014, dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pihak koordinator. Sejak diberlakukannya JKN, berbagai rumah sakit di Indonesia ‘kebanjiran’ pasien.
Ini wajar. Pasalnya,ada banyak kasus yang tidak dapat diselesaikan di fasilitas kesehatan primer (puskesmas, klinik, dan sejenisnya) dan memerlukan penanganan dokter spesialis di rumah sakit. Selain itu, pelayanan kesehatan di fasilitas layanan primer yang kurang kuat dan berkualitas juga menjadi penyebab membludaknya pasien yang berobat di rumah sakit.
Telah lewat dua tahun pelaksanaan JKN di Indonesia. Dana yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai pengobatan pasien yang menggunakan asuransi BPJS ini jauh lebih besar daripada dana iuran peserta yang masuk. Salah satu penyebabnya adalah tingginya kunjungan dan mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit.
Melihat kondisi tersebut, dokter layanan primer –atau yang dikenal denan sebutan general practitioner di negara lain– diharapkan dapat memperkuat dan meningkatkan kualitas layanan primer di Indonesia.
Di negara maju dan beberapa negara berkembang di Asia Tenggara, pendidikan formal serupa DLP terbukti menurunkan angka rujukan ke rumah sakit dan meningkatkan keakuratan diagnosis penyakit. Selain itu juga meningkatkan kepuasan dokter dan kepuasan pasien di fasilitas kesehatan primer, serta menurunkan beban biaya kesehatan di rumah sakit.
Dengan layanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh DLP, diharapkan bahwa tindakan pengobatan kuratif yang mendominasi pelayanan kesehatan saat ini akan berkurang.
Seperti di berbagai negara lain di dunia, DLP di Indonesia diharapkan dapat menjadi gatekeeper dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. DLP akan mengkoordinasi pelayanan kesehatan, mana pasien yang dapat diobati di fasilitas kesehatan primer, mana pasien yang perlu dirujuk, dan berperan dalam pencegahan dan deteksi dini penyakit kronik.
Dalam sistem JKN, baik dokter umum maupun DLP akan melayani pasien di fasilitas kesehatan primer. Pembedanya adalah rasio dokter dengan jumlah penduduk yang akan ditangani serta dana kapitasi yang disediakan bagi dokter.
Kapitasi ini merupakan metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan dimana penyedia layanan dibayar dalam jumlah tetap per pasien tanpa memerhatikan jumlah atau sifat layanan yang diberikan.
“DLP akan mendapatkan kepercayaan untuk menangani lebih banyak orang dengan dana kapitasi yang lebih besar”, Demikian disampaikan oleh Dr. dr. Dhanasari Vidiawati Trisna S, M.Sc., CM-FM., anggota Kelompok Kerja Percepatan Program Dokter Layanan Primer Indonesia, pada KlikDokter.
Namun demikian, besaran rasio dokter-pasien dan dana kapitasinya belum ditetapkan oleh pemerintah. DLP diharapkan akan menangani pasien dengan lebih holistik dan lebih selektif dalam merujuk pasien ke rumah sakit.
Konsep DLP dalam sistem pelayanan kesehatan di era JKN ini terdengar sangat baik dan menarik. Namun kita sama-sama menantikan, apakah dalam pelaksanaannya nanti DLP benar-benar dapat menjadi solusi bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.
Selain itu, pekerjaan rumah lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan fakultas kedokteran adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa melalui kehadiran DLP, masyarakat dapat merasakan pelayanan klinik dan puskesmas yang berkualitas sehingga tidak langsung potong kompas mencari dokter spesialis.
Mewujudkan “Health for All”, perlu dilakukan oleh seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia melalui diselenggarakannya Jaminan Kesehatan Nasional. Mampukah DLP menjadi jalan keluarnya?
Vapor, Antara Solusi dan Masalah
Merokok merupakan salah satu ancaman kesehatan
yang besar. Merokok dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh.
Terdapat kurang lebih 250 bahan berbahaya yang terkandung di dalam rokok,
diantaranya hidrogen sianida, karbon monoksida dan amonia. Merokok
dapat menyebabkan berbagai penyakit, dimulai dari penyakit
saluran pernafasan, sampai meningkatkan risiko kanker.
Bahaya rokok yang begitu besar, menyebabkan
pembuat regulator dan ilmuwan mencari cara yang aman untuk mengurangi angka
perokok. Usaha yang telah dilakukan dimulai dari berbagai regulasi tentang
tempat merokok, pencantuman
peringatan bahaya merokok dan gambar ancaman penyakit akibat rokok yang dipasang pada bungkus rokok.
Namun sepertinya berbagai langkah tersebut masih jauh dari kata berhasil.
Salah satu terobosan terakhir untuk
menurunkan bahaya merokok adalah dengan rokok elektronik atau vapor.
Vapor pernah diharapkan dapat menjadi jawaban dalam mengurangi angka perokok
dan pada akhirnya mengurangi berbagai komplikasi rokok.
Apa itu rokok elektronik?
Apa itu vapor? Berbahayakah sebenarnya? Rokok elektronik adalah sebuah alat
yang mengeluarkan uap berisi nikotin. Rokok elektronik ini tidak menghasilkan
asap rokok yang banyak mengandung bahan beracun. Seperti kita ketahui asap
rokok mengandung berbagai zat yang tidak hanya berbahaya bagi sang perokok, namun
juga berbahaya bagi orang lain disekitar perokok yang menghirupnya (perokok
pasif). Rokok elektronik menggunakan cairan yang mengandung
nikotin pada konsentrasi tertentu.
Menelisik riwayat rokok elektronik, maka kita
harus kembali ke sekitar tahun 1960an. Herbert A. Gilbert mencetuskan sebuah
ide untuk merokok tanpa menggunakan tembakau dan tidak berasap. Alat ini
menggunakan cairan nikotin dan diuapkan, namun alat ini tidak sempat menyentuh
pasar komersil. Hon Lik, seorang ahli farmasi Cina, digadang sebagai orang yang
berjasa dibalik penemuan rokok elektronik pertama. Sejak saat itu, dimulailah
berbagai perkembangan rokok elektronik di dunia.
Dewasa ini peredaran alat rokok elektronik
populer dengan istilah vapor. Cuma beda
istilah, proses dan metode sama persis dengan rokok elektronik. Kemudian
bagaimana dampaknya? Apakah berbahaya atau tidak?
Sebuah penemuan yang baru
tentu tidak akan lepas dari pro dan kontra. Sampai saat ini belum ada
penelitian skala besar yang menyimpulkan keamanan dan memaparkan efek samping
jangka panjang dari rokok elektronik ini. Rokok elektronik dipercaya dapat membantu
perokok yang ketergantungan nikotin tanpa meracuni
tubuh dengan asap rokok.
Namun apakah masalahnya sesederhana itu?
Sepertinya tidak. Walaupun belum ada penelitian skala besar yang memaparkan
bahaya rokok elektronik, beberapa pihak merasa bahwa jawaban dari
ketergantungan rokok adalah dengan berhenti merokok, bukan malah berganti ke
jenis lain dari pemberian nikotin. Perokok disarankan untuk berhenti merokok
secara bertahap dengan sementara menggunakan alat seperti, nicotine patch, bukan
dianjurkan beralih ke rokok elektronik. Selain itu, menurut laporan Food and
Drug Administration (FDA), beberapa komposisi dari uap rokok elektronik mungkin
berbahaya, walaupun tidak dipaparkan secara jelas jenis komposisinya.
Ilmu pengetahuan senantiasa berkembang.
Sepertinya rekomendasi pasti tentang rokok elektronik masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Namun, satu hal yang sudah pasti, bahwa
merokok batang tembakau berbahaya untuk kesehatan Anda! Cobalah
untuk berhenti merokok secara perlahan atau carilah pusat pertolongan untuk
berhenti merokok di sekitar Anda.
ROKOK DAN ROKOK ELEKTRIK? BAHAYA ATAU TIDAK?
Rokok elektronik adalah sebuah alat yang mengeluarkan uap berisi nikotin. Rokok elektronik ini tidak menghasilkan asap rokok yang banyak mengandung bahan beracun. Seperti kita ketahui asap rokok mengandung berbagai zat yang tidak hanya berbahaya bagi sang perokok, namun juga berbahaya bagi orang lain disekitar perokok yang menghirupnya (perokok pasif). Rokok elektronik menggunakan cairan yang mengandung nikotin pada konsentrasi tertentu.
Rokok elektrik adalah alternatif pengganti rokok yang dewasa ini mulai beredar di pasaran. Sebuah penemuan yang baru tentu tidak akan lepas dari pro dan kontra. Sampai saat ini belum ada penelitian skala besar yang menyimpulkan keamanan dan memaparkan efek samping jangka panjang dari rokok elektronik ini. Rokok elektronik dipercaya dapat membantu perokok yang ketergantungan nikotin tanpa meracuni tubuh dengan asap rokok.
Namun apakah masalahnya sesederhana itu? Sepertinya tidak. Walaupun belum ada penelitian skala besar yang memaparkan bahaya rokok elektronik, beberapa pihak merasa bahwa jawaban dari ketergantungan rokok adalah dengan berhenti merokok, bukan malah berganti ke jenis lain dari pemberian nikotin. Secara logika, kandungan nikotin yang terkandung didalamnya tetap memiliki efek candu atau ketergantungan. Apabila berhenti mengkonsumsi rokok elektrik, pengguna tetap akan mengalami sindroma putus konsumsi, seperti mudah marah, depresi, gelisah dan cemas. Layaknya rokok biasa, rokok elektrik tetap berbahaya bagi penderita jantung dan terbukti merusak lapisan pembuluh darah.
Perokok disarankan untuk berhenti merokok secara bertahap dengan sementara menggunakan alat seperti, nicotine patch, bukan dianjurkan beralih ke rokok elektronik. Selain itu, menurut laporan Food and Drug Administration (FDA), beberapa komposisi dari uap rokok elektronik mungkin berbahaya, walaupun tidak dipaparkan secara jelas jenis komposisinya.
Ilmu pengetahuan senantiasa berkembang. Sepertinya rekomendasi pasti tentang rokok elektronik masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun, satu hal yang sudah pasti, bahwa merokok batang tembakau berbahaya untuk kesehatan Anda! Cobalah untuk berhenti merokok secara perlahan atau carilah pusat pertolongan untuk berhenti merokok di sekitar Anda.
Rabu, 27 April 2016
IDENTIFIKASI DINI IMS
Penyakit menular seksual dapat diketahui ketika muncul gejala atau pemeriksaan rutin setelah melakukan aktivitas seksual yang tidak bertanggung jawab. Karena untuk setiap infeksi menular seksual, waktu perjalanan penyakitnya berbeda-beda, maka ini perlu dibicarakan langsung dengan dokter yang melakukan pemeriksaan.
Dokter akan melakukan pemeriksaan sesuai dengan kondisi klinis Anda. Kami sarankan Anda mengunjungi dokter untuk wawancara medis mendetil, pemeriksaan fisik langsung, dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan (swab cairan keputihan, cek darah, dan lainnya).
Adapun identifikasi diri yang bisa kita lakukan sebelum ke dokter, untuk mengetahui terkena IMS atau tidak. Jika pada Wanita tidak dapat diketahui dengan identifikasi diri harus ke dokter karena bentuk dari vagina sendiri yang membentuk V kedalam sehingga sulit untuk diidentifikasi. berbeda dengan pria bisa dilakukan identifikasi diri karena organ reproduksi pria ada diluar tubuh.
Berikut cara identifikasi IMS Pada Pria :
1. Hanya bisa dilakukan pada saat bangun tidur
2. Dengan mengurut bukan dikocok penis.
3. Dari pangkal penis hingga keujung penis
4. ulangi urutan tersebut hingga 5x
5. setelah urutan kelima, tekan glens atau kepala penis
6. maka akan keluar cairan pada lubang penis.
7. jika cairan putih kehijauan, atau putih pekat dan berbau busuk anda terindikasi IMS
8. jika tidak ada indikasi diatas anda masih sehat terhindar dari IMS
ada juga nih bagaimana mencegah tertular IMS (Infeksi Menular seksual)
Nyeri Pinggul Akibat Otot atau Saraf ?
Nyeri pinggul atau daerah pinggang bisa disebabkan banyak hal yaitu masalah otot atau masalah saraf. Cara membedakannya adalah bila nyeri disebabkan oleh otot biasanya keluhan hanya sebatas nyeri, nyeri dipengaruhi oleh posisi dan tekanan yang diberikan. Misalnya nyeri bertambah karena Anda duduk terlalu lama di kantor atau nyeri berkurang ketika dipijat. Sedangkan nyeri akibat masalah saraf biasanya bersifat menjalar ke salah satu kaki (Kanan atau kiri) dan biasanya disertai rasa kebas dan kesemutan dari pinggang hingga salah satu kaki Anda. Jika nyeri Anda disebabkan masalah otot cobalah untuk mengkompres bagian yang nyeri dengan es pada 1 sampai 3 hari dan dilanjutkan kompres air hangat, istirahat yang cukup, perbaiki posisi tidur atau bekerja yang merupakan faktor pencetusnya serta anda dapat mengkonsumsi obat nyeri namun tidak boleh digunakan rutin tanpa berkonsultasi dengan dokter secara langsung untuk menentukan dosisnya. Apabila nyeri menjalar disertai rasa kesemutan dan kebas mungkin disebabkan masalah saraf sehingga Anda sebaiknya berobat ke dokter saraf terdekat untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)